Depresi karena Ibunya Meninggal, Warga Trucuk Klaten Ini 15 Tahun Tidur Di Kuburan

Kuwato alias Moto, 52, warga RW 018, Desa Bero, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah memilih tidur di Tempat Permakaman Umum (TPU) Sele, desa setempat, sejak 15 tahun terakhir. Diduga kuat, Kuwato tidur di kuburan karena mengalami depresi setelah ibunya meninggal dunia beberapa tahun silam.

Berdasarkan informasi yang dikutip dari Suara.com, Kuwato merupakan anak dari Dasiyem. Kuwato sebenarnya memiliki saudara kandung yang berdomisili di Lampung. Belakangan diketahui, saudaranya yang di Lampung itu sudah meninggal dunia.

Kuwato sebenarnya sudah pernah memiliki istri di akhir 1980-an. Namun tiga bulan kemudian, Kuwato sudah pisah rumah dengan istrinya.

Di Bero, Kuwato sering berpindah-pindah rumah hingga empat kali. Rumah pertamanya di RT 001/RW 010 di Desa Bero. Berikutnya, Kuwato sering berpindah tempat ke rumah kosong milik tetangganya. Kuwato pun juga pernah tinggal serumah dengan orang tuanya di RW 018 Bero.

Kuwato mengalami penurunan kesejahteraan pada akhir 1980-an. Ia kemudian hidup di bawah garis kemapanan.

Pada 2005, Kuwato memperoleh kabar duka. Ibunya yang bernama Dasiyem meninggal dunia. Hal itu semakin mengguncang jiwa seorang Kuwato.

Depresi menghadapi tantangan hidup secara bertubi-tubi, Kuwato akhirnya sering menggelandang ke luar rumah. Kuwato pun tak lagi menempati rumah kosong milik tetangganya di Bero. Kuwato memilih tidur di kuburan atau di cungkup di TPU Sele di desa setempat.

Di TPU seluas 1 hektare itu, terdapat beberapa cungkup. Kuwato sudah beberapa kali berpindah tempat, dari cungkup satu ke cungkup lainnya di Makam Sele.

“Memang setelah ibunya meninggal dunia, kehidupan Kuwato semakin nglambrang. Kalau kondisi Kuwato seperti itu karena ada faktor keturunan,” kata seorang warga di Bero, Trucuk, Maryanto, 55, saat ditemui Solopos.com, di Trucuk, Rabu (9/9/2020) malam.

Hal senada dijelaskan Kepala Desa (Kades) Bero, Kecamatan Trucuk, Suranto. Kuwato tinggal sebatang kara di kompleks TPU Sele sejak beberapa tahun terakhir. Ayahnya diketahui sudah meninggal dunia saat Kuwato masih kecil. Sedangkan ibunya meninggal dunia beberapa tahun lalu.

“Saat ibunya masih hidup, Kuwato pernah bekerja di tempat bapak saya [di penggilngan padi]. Tugas Kuwato, mengangkat gabah. Setahu saya, dia sangat nurut dengan ibunya. Apa yang menjadi perintah ibunya selalu dituruti. Begitu ibunya meninggal dunia, Kuwato mulai tidur di kompleks makam,” katanya.

Warga dan Pemerintah Desa (Pemdes) Bero tak tinggal diam saat melihat Kuwato tidur di kompleks permakaman. Warga sering memberikan bantuan makanan, minuman, dan lainnya. Pemdes pun sempat memberikan bantuan ke Kuwato agar bersedia pindah ke rumah yang layak.

Pemdes Bero mengaku siap memfasilitasi membangunkan rumah bagi Kuwato di lahan kas desa. Namun upaya tersebut ditolak mentah-mentah oleh Kuwato.

“Rumah aslinya ini berjarak 500 meter dengan kompleks makam. Tapi, Kuwato ini enggak mau pulang. Dia memilih tidur di cungkup makam sini. Dari segi komunikasi, sebenarnya Kuwato ini masih nyambung jika diajak bicara,” kata Suranto.

Saat dicoba ditanya tentang alasannya memilih tinggal dan tidur dekat kuburan, yang bersangkutan memilih diam seribu bahasa. Begitu Kades Bero, Suranto, menanyakan ke Kuwato apakah mau dibuatkan rumah, Kuwato enggan menerima tawaran itu.

“Ning kene wae [Di sini saja],” katanya.

Related posts