Digaji Rp700 Ribu Hingga Jadi Pengamen, Ini Kisah Perjuangan Guru Honorer Yang Ingin Jadi PNS

Berbagisemangat.com – Guru honorer perwakilan dari Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Dwi (26) ternyata lulusan S2 Magister Pendidikan (M.Pd). Dwi mengaku sudah 8 tahun lamanya mengajar di sebuah Sekolah Dasar (SD) di Ciomas sebagai guru honorer.

Oleh karena itu Dwi ikut dalam aksi unjuk rasa bela guru honorer di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, bersama ribuan guru honorer lainnya kemarin, Rabu (19/9/2018).

“Kita kan bertahun-tahun mengabdi, kebanyakan di sini belum mendapatkan SK dari bupati, dan kita juga masih honor semua,” kata Dwi.

Selain itu, Dwi mengatakan upah yang diterima setiap bulannya sebagai pengajar honorer hanya Rp 700 ribu. Baginya, angka tersebut sangat tidak relevan bagi para guru honorer yang sudah berkeluarga dan punya anak.

“Upah per bulan, itu di bawah satu juta, kalau saya pribadi Rp 700 ribu. Kadang kadang ada yang Rp 500 ribu, ada yang Rp 400 ribu pokoknya di bawah Rp 1 juta. Kalau saya pribadi kan belum nikah, kebanyakan yang udah nikah juga di bawah satu juta, sudah banyak,” kata Dwi.

Ia mengatakan bahwa bagi para guru honorer yang membutuhkan pemasukan lebih terpaksa mencari cara untuk mendapat penghasilan tambahan. Dwi mengaku belum pernah mengikuti seleksi CPNS, terlebih pengangkatan guru honorer cukup sulit.

“Ketika saya S1, katanya 2015 ada pengangkatan tapi nyatanya belum ada pengangkatan, sampai sekarang saya S2 belum ada pengangkatan lagi, maka saya sekarang ikut aksi ini, saya juga enggak mau jadi guru honor terus,” kata Dwi

Jadi Pengamen

Selama 26 tahun lamanya, Igo Riyanto (46) berprofesi sebagai guru honorer di SMP Negeri 1 Cigombong, Kabupaten Bogor. Bapak empat anak yang kerap dipanggil ‘Pak Igo’ oleh muridnya ini mengaku masih sangat ingat bahwa saat ia mulai menjadi tenaga pengajar honorer rambutnya masih belum memutih.

Ia juga mengaku bahwa untuk membiayai keluarga termasuk empat anaknya, ia harus bekerja sampingan. Sebab upah sebagai guru honorer dari mengajar di sekolah, kata dia, tak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

“Upah tiap sekolah beda ya, tapi kalau SMP biasanya per jam, 1 jam mengajarnya itu dibayar Rp 35 ribu, jadi kalau saya ngajar 20 jam itu kisaran Rp 700 ribu per bulan, jauh sekali dari UMR,” kata Igo.

Ia mengatakan bahwa selain mengajar mata pelajaran PPKN di sekolah, di hari libur ia bekerja untuk menutupi kekurangan pendapatan. Igo mengaku bahwa di hari libur Sabtu dan Minggu ia kerap menjadi pengamen organ tunggal keliling.

“Untuk menutupi kekurangan itu, paling saya ngamen, organ tunggal, dari hajatan ke hajatan, panggung ke panggung,”ujar Igo.

Dalam aksi unjuk rasa di kantor Bupati Bogor, ribuan guru honorer meminta kepada pemerintah memprioritaskan pengangkatan CPNS dari guru honorer yang telah mengabdi puluhan tahun. Massa juga menutut pemerintah mencabut Peraturan Menteri yang membatasi usia calon PNS. Massa yang tergabung dalam Persatuan Guru Honorer Kabupaten Bogor membawa serta spanduk, bendera dan poster untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada Bupati Bogor Nurhayanti.

Ketua Persatuan Guru Honorer Kabupaten Bogor Halim Sahabudin mengatakan, adanya penerimaan CPNS oleh pemerintah dinilai tidak adil. Sebab, guru honorer yang sudah mengabdi puluhan tahun tidak bisa mengikuti tes CPNS lantaran terbentur usia.

“Padahal banyak honorer yang yang mempunyai kapasitas mumpuni bahkan dibayar dengan upah di bawah UMK,” kata Halim.

Ia juga meminta Pemkab Bogor untuk menerbitkan surat keputusan (SK) sebagai payung hukum agar profesi guru honorer tidak disebut ilegal, seperti yang disebut Plt Dinas Pendidikan Kabupaten Garut.

“Sejak pertama kali kami melalukan aksi, sampai sekarang SK itu belum diterbitkan. Selama ini SK yang kami dapatkan hanya dari kepala sekolah,” kata Halim.

 

Related posts