Kisah Anak Miliarder Yang Disuruh Ayahnya Jadi Orang Miskin, Hanya Dibekali Uang Rp100 Ribu

Berbagisemangat.com – Hitarth Dholakia (23) namanya. Anak Savji Dholakia, miliarder sekaligus pebisnis berlian asal India. Harta kekayaan keluarganya ditaksir mencapai AS$940 juta atau sekitar 12,8 triliun.

Laiknya keluarga kaya raya, Hitarth disekolahkan ayahnya di sebuah universitas terkenal di New York, Amerika Serikat. Pada Juni 2017 dia menyelesaikan kuliahnya dan pulang ke Mumbai, India. Hatinya senang bukan kepalang karena berpikir bakal bisa bersenang-senang bareng keluarga dan teman-teman karibnya.

Namun yang terjadi sebaliknya. Sang ayah justru memintanya keluar dari rumah dan hanya memberinya 500 rupee (sekitar Rp105 ribu) untuk bertahan hidup. Hitarth diminta merantau ke sebuah kota kecil di pedalaman India, Hyderabad.

Dia dilarang membawa ponsel, tidak boleh memanfaatkan koneksi keluarga, dan tidak diberi tempat tinggal untuk menetap. Savji memang sengaja memperlakukan anaknya seperti itu. Tujuannya, supaya si anak bisa merasakan secara langsung penderitaan dan kesakitan orang miskin.

Sehingga nantinya, sang anak akan lebih menghargai sesama manusia ketimbang uang.

Seperti dilansir dari India Today, Hitarth harus berjuang dari nol. Kini anak miliarder tersebut tidak ada bedanya dengan pengemis di Hyderabad.

“Saya adalah lulusan AS, memiliki lisensi pilot serta pemegang sertifikat GIA Diamond Grading, namun tidak ada yang membantu saya di Hyderabad. Setelah sampai sini, saya mulai mencari pekerjaan karena saya hampir tidak punya uang,” ungkap Hitarth.

Savji memang sengaja memperlakukan anaknya seperti itu. Tujuannya, supaya si anak bisa merasakan secara langsung penderitaan dan kesakitan orang miskin. Sehingga nantinya, sang anak akan lebih menghargai sesama manusia ketimbang uang.

Seperti dilansir dari India Today, Hitarth harus berjuang dari nol. Kini anak miliarder tersebut tidak ada bedanya dengan pengemis di Hyderabad.

“Saya adalah lulusan AS, memiliki lisensi pilot serta pemegang sertifikat GIA Diamond Grading, namun tidak ada yang membantu saya di Hyderabad. Setelah sampai sini, saya mulai mencari pekerjaan karena saya hampir tidak punya uang,” ungkap Hitarth.

“Saya tidak tahu kota, budaya, dan bahasanya. Saya takut, tapi yakin. Dengan uang di dompet dan tak ada telepon, saya tiba di Hyderabad dan mulai hidup baru.”

Pertama-tama yang dilakukan Hitarth adalah mencari tempat tinggal. Dia berhasil mendapatkan tempat kost atau lebih tepatnya rumah singgah murah yang sewanya hanya 100 rupe atau sekitar Rp21 ribu/bulan. “Tapi satu ruangan dihuni 17 orang,” kata Hitarth.

Setelah mendapat rumah untuk berteduh Hitarth berjuang keras mendapatkan pekerjaan. Tiga hari kemudian dia diterima di sebuah perusahaan makanan internasional dengan gaji 4000 rupee (sekitar Rp841 ribu). Namun Hitarth hanya sanggup bekerja 5 hari sebelum akhirnya resign.

Hitarth bergonta-ganti pekerjaan.Dia mengaku beruntung pernah menjadi sebuah tenaga marketing yang digaji 1500 rupee seminggu. Hitartth ganti 4 pekeraan dalam sebualan dan berhasil mengumpulkan uang 5000 rupee atau sekitar Rp1 juta rupiah.

Jumlah yang sebenarnya sangat kecil dibandingkan uang saku sekolahnya dulu, namun jauh lebih bernilai di mata Hitarth sekarang. Sekitar dua bulan Hitarth mesti melakoni hidup seperti itu. Hingga pada masa akhir percobaannya, adik perempuan Hitarth, Krupali berkunjung ke rumah singgahnya.

“Aku sangat syok saat datang ke Hyderabad dan terutama melihat tenpat tinggal kakakku. Sungguh sebuah tempat di luar bayanganku. Namun aku sangat bangga kepada kakakku yang bisa menjalani tradisi ini,” tutur Krupali.

Ya, menjalani kehidupan miskin seusai rampung kuliah memang tradisi keluarga Dholakia. Kakak Hitarth, Pintu Tulsi Bhai Dholakia (31) juga menjalaninya. Kini Pintu menjadi CEO di perusahaan Hari Krishna Exports Pvt Ltd.

Keluarga Hitarth sudah lama terkenal sebagai keluarga kaya raya namun dermawan. Pada 2016 perusahaan mereka memberi 400 rumah dan 1.260 kepada sekitar 1.716 karyawan perusahaannya sebagai bonus. Kedermawanan ini tak mungkin terjadi tanpa adanya rasa empati kepada sesama manusia. Salut kepada keluarga Dholakia.

Related posts