Kisah Anak Punk Jalanan, Bertaubat dan Berusaha Menemukan Jalan Tuhannya

Berbagisemangat.com – Sudah sedari dulu, komunitas punk dan anak jalanan kerap dipandang remah dan sebelah mata oleh masyarakat. Hal terseut wajar adanya. Mengingat, kehidupan mereka yang cenderung bebas dan dianggap “liar”, seolah-olah telah melekat dan menjadi identitas mereka. Namun, apa jadinya jika mereka ternyata juga merindukan untuk kembali ke jalan yang benar?

Hal inilah yang terjadi pada sejumlah anak kolong dan komunitas punk di daerah Tebet, Jakarta Pusat. dilansir dari news.detik.com, mereka dibimbing untuk belajar mengaji pada Ustad Halim Ambiya dan kawan-kawannya. Jalanan Jakarta yang panas dan berdebu, tak sedikit pun mengurangi semangat mereka untuk memahami keyakinan yang dianutnya.

Keseharian anak-anak punk yang lekat dengan hura-hura dan kehidupan bebas di jalanan Ibukota, membuat hati mereka sangat kering dengan keimanan. Untuk itulah sosok Ustad Halim Ambiya dan komunitas Tassawuf Underground yang ia dirikan, dinilai sangat membantu proses belajar mengaji pada anak-anak punk tersebut.

Dalam sebuah tayangan video yang dilansir dari 20.detik.com, tampak sejumlah anak-anak pengamen dan dari komunitas punk sangat antusias mengikuti kegiatan mengaji bersama. Pun demikian dari pihak pendakwah, mereka juga terlihat bersemangat menularkan ilmu agama yang dimiliki. Berbaur menjadi satu, tak ada sekat dalam interaksi yang ada.

Khusyuk nengaji [sumber gambar]

Selama ini, jumlah ada da’i yang berdakwah secara langsung menyentuh ke komunitas anak-anak punk dan lainnya, tak sebanyak seperti ceramah konvensional pada umumnya. Padahal, jauh di relung hati anak-anak punk tersebut, terbersit keinginan mulia untuk belajar dan memahami keyakinan yang dianutnya.

Menurut Ustad Halim, berdakwah memerlukan sebuah metodologi. Bagaimana caranya agar bisa merangkul mereka yang notabene tersisih dari pusaran masyarakat, agar bisa belajar bersama. Sama seperti manusia pada umumnya, anak-anak punk itu juga haus akan ilmu agama dan ingin merubah dirinya agar lebih baik lagi. Tak heran, Ustad Halim menjadikan mereka sebagai ladang dakwah yang perlu dibimbing secara perlahan.

Sejumlah anak punk tampak menyimah materi ceramah yang dibawakan [sumber gambar]

Sayang, kebanyakan masyarakat kita justru bersikap apriori dan cenderung menilai negatif terhadap anak-anak punk tersebut. Stigma tentang tatto, tampang urakan dan kumuh, seakan menjadi jeruji yang mengungkung pola pikir masyarakat agar senantiasa bersikap acuh. Secara tidak sadar, hal tersebut juga menjadi semacam”penghakiman sepihak” pada mereka secara sosial, tanpa mau melihat sisi lainnya.

Dari pengakuan yang ada pada video tersebut, sejatinya mereka juga ingin merubah diri menjadi lebih baik, namun tidak mengerti harus memulai dari mana. Tak hanya sosok seorang Ustad yang berperan untuk membimbing mereka. Keberadaan masyarakat juga bisa menjadi salah satu pendukung perubahan tersebut. Asalkan mereka mau merubah pola pikir dan stigma negatif yang terlanjur lekat pada komunitas anak punk tersebut.

Tak ada salahnya jika merubah sudut pandang kita terhadap anak-anak punk tersebut. Meski termajinalkan dari kasta masyarakat, toh mereka juga punya hak untuk hidup layak dan memahami keyakinan yang dianutnya. Sama seperti kita, mereka juga manusia. Meskipun dilahirkan berbeda, hal tersebut bisa digunakan sebagai sarana untuk saling merangkul dan memahami satu sama lain. Bukan menghakimi dan mencaci maki.

Related posts