Kisah Biyan Si “Sutradara Cilik”, Berawal dari Tugas Sekolah hingga Nangis di Lokasi Syuting

Berbagisemangat.com – Biyan Silalahi (11), anak asal Kota Bandung, mungkin menjadi sineas termuda yang pernah ada di Indonesia. Karya pertamanya terlahir saat Biyan masih duduk di bangku kelas 3.

Saat itu, gurunya meminta para siswa untuk membuat film. Biyan pun mengerjakan konsep filmnya dengan serius. Waktu itu, Biyan memberi judul filmnya, “Terperangkap Mimpi”.

Melihat keseriusan Biyan, guru kelasnya pun membimbing dan memberikan apresiasi lebih terhadap karya Biyan. Sang guru pun menyertakan film pendek karya Biyan ke Bandung Film Council.

Sejak itu, kecintaan Biyan akan dunia perfilman semakin terpupuk. Berikut sejumlah fakta dalam perjalanan Biyan menjadi sineas muda.

Berawal dari tugas sekolah

Ilustrasi tugas sekolah

Film Biyan berjudul “Terperangkap Mimpi”, yang sejatinya berawal dari tugas sekolah, mendapatkan apresiasi dari para sineas profesional Bandung. Biyan kemudian diajak untuk menggarap sebuah film lainnya yang lebih mumpuni dengan teknis pembuatan profesional yang belum dikenal Biyan sebelumnya.

“Di sana saya ketemu mang Deden (Produser Film “Petani”-red). Dia mengajak saya bikin film. Kebetulan, saat itu ada grup band anak-anak yang ingin mengeluarkan albumnya. Mereka ingin bikin film yang menggambarkan lagunya itu. Saya kemudian diminta memilih salah satu lagu mereka, ya saya pilih judulnya Petani,” kata Biyan, di Kota Bandung, Senin (19/11/2018).

Film profesional pertama Biyan, “Petani”

Ilustrasi film

Pengunjung di Nu Art di Bandung tidak menyangka, film pendek berdurasi 9 menit berjudul “Petani”, adalah karya bocah berusia 11 tahun. Ya, sutradara film adalah Biyan Silalahi, bocah yang masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar.

Melalui ketajaman visualnya, meskipun masih anak-anak, Biyan mampu mengangkat film yang sarat akan pesan moral bagi anak seusianya hingga dewasa.

Pesan di dalam film “Petani” itu adalah untuk tidak menyia-nyiakan makanan, terutama nasi yang berasal dari padi. Pesan mendalam tersebut dikemas Biyan dengan cara pandang seorang bocah dalam sebuah karya film.

Di balik layar film “Petani”

Saat menceritakan pengalamannya Biyan mengakui banyak belajar hal baru dalam dunia film, khususnya menjadi sutradara.

Dalam proses pembuatan film “Petani”, Biyan awalnya diberi tanggung jawab untuk memilih talent. Diapun mengajak teman-teman sekolahnya untuk terlibat. Setelah itu, Biyan dibimbing oleh para sineas senior untuk setahap demi setahap mengarahkan dan bekerja layaknya sutradara.

“Film itu ternyata jauh lebih rumit, saya kira cuma aktor, editing, dan rekaman saja, tapi ternyata ada teknik-teknik lainnya yang belum saya tahu,” kata dia.

Pembuatan film berdurasi 9 menit ini dibuat sejak awal tahun 2018. Namun, lantaran ada kesulitan dalam penyesuaian jadwal, meeting dan persiapan lainnya, akhirnya syuting film tersebut dilakukan pada tanggal 15-16 Agustus 2018.

“Persiapannya 9 bulanan, tapi syutingnya hanya dua hari,” kata dia.

Sempat “nangis” di lokasi syuting

Ilustrasi lokasi syuting

Nampaknya, mengarahkan teman-temannya sesuai dengan naskah juga cukup menantang baginya.

Biyan mengaku sempat tertekan ketika harus mengarahkan teman sebayanya itu sesuai dengan naskah yang ada. “Sulit juga mengatur jadwal sama pemainnya, saya juga sempat ingin nangis saat mengarahkan teman-teman, susah juga.

Mana pas syuting banyak gangguan, kadang pas lagi nge-shoot ada orang lewat, jadi harus diulang lagi,” kata Biyan. Meski begitu, Biyan mengaku senang saat penggarapan film “Petani” karena banyak hal teknis yang dipelajarinya saat pembuatan film.

Komentar produser film “Petani”

Ilustrasi berkomentar

Sementara itu, produser film “Petani” Deden mengatakan, alasan memilih Biyan sebagai sutradara film itu lantaran melihat hasil karya anak tersebut yang dinilainya memiliki potensi dalam penggarapan sebuah film.

Menurut Deden, Biyan merupakan sutradara termuda, sebab jarang ada anak seusianya yang mampu menjadi sutradara.

Terkait film “Petani”, Deden mengatakan, bahwa film tersebut merupakan interpretasi dari sudut pandang anak, dalam hal ini Biyan sendiri.

“Terus terang saja, pembuat film seumuran dia jarang ada. Biasanya umuran SMA. Dari SD itu jarang banget jadi dia curi start. Dalam film ini pun, kami hanya support di teknisnya saja, tapi film ini pure dari perspektif Biyan, bagaimana kita menghargai makanan,” tutur dia.

Harapan keluarga Biyan

Ilustrasi menonton film

Apa yang dikerjakan Biyan untuk menggeluti dunia sutradara, tidak lepas dari dukungan keluarganya.

Salah satunya adalah, Ellen (60), nenek Biyan. Ellen mengatakan, karakter cucunya ini memang sangat aktif dan banyak ide.

Pihak keluarga sangat mendukung Biyan untuk menyalurkan ide dan bakatnya tersebut. Dengan harapan, mendapatkan pengalaman yang berharga bagi anak tersebut ke depannya.

“Jika Biyan menyanggupi hal itu, kami dukung, karena Biyan yang jalani,” tutur dia. Sementara itu, film garapan Biyan berjudul “Petani” akan diputar di universitas di Bandung seperti di UPI.

 

Related posts