Kisah Inspiratif Jacky, Korban PHK Sukses Jadi Bos Klappertaart

Berbagisemangat.com – Bandung dikenal dengan oleh-olehnya. Jika pulang berwisata dari Bandung, para pelancong pasti membawa segudang oleh-oleh mulai dari brownies, pisang bolen, batagor, gorengan tempe, atau tape singkong.

Selain itu, kini ada oleh-oleh populer lainnya yang juga dikenal dari Kota Bandung. Adalah klappertaart yang dijual toko kue Denhaag Klappertaart yang sudah berumur selama 15 tahun.

Pemilik Denhaag Klappertaart Cafe, Jacky Rezano Masui berbagi kisahnya saat mulai merintis usaha kue khas Manado itu. Sebelumnya Jacky adalah seorang mantan karyawan Bank swasta di Jakarta.

Pengurangan karyawan yang berimbas PHK bagi Jacky di 2005 tidak menyurutkan semangatnya untuk terus maju. Berbekal pesangon yang diterima dan peluang yang ada, Jacky pergi merantau ke Kota Bandung dan memulai usaha Denhaag Klappertaart.

Diawali pada 2005 tepatnya pada 15 Oktober 2005 berdirilah usaha toko kue Denhaag Klappertaart di Kota Bandung. Toko kue Denhaag Klappertaart berawal dari sebuah teras rumah di Jalan Kyai Gede Utama no. 1 daerah Dago, Kota Bandung.

Klappertaart Panggang adalah varian klappertaart yg pertama kali dijual. Bermodal etalase kecil dan spanduk merek Denhaag Klappertaart menjadi titik awal penjualan Klappertaart Denhaag oleh Jacky di kota Bandung.

“Tahun 2005 ketika pertama kali jualan lagi booming oleh-oleh lain tapi kita optimis bahwa Bandung sebagai kota wisata tempat orang datang dari luar kota pasti butuh oleh-oleh,” kata Jacky kepada Ayobandung.com saat ditemui di Denhaag Klappertaart Cafe, Jalan Bangreng, Turangga, Kota Bandung, Senin (5/10/2020).

Menurut Jacky, di tengah gempuran oleh-oleh Bandung lainnya saat itu yang lagi booming Denhaag Klappertaart tetap bertahan. Dia mengakui, waktu pertama kali memulai usaha semua dikerjakan sendiri. Tidak ada karyawan yang membantu karena belum bisa menggaji orang.

Jacky juga mengakui, awalnya memang tidak banyak yang tahu klappertaart yang ia buat. Bahkan orang-orang susah menyebut nama makanan yang memiliki bahan utama kelapa muda ini. Tapi, seiring berjalannya waktu klappertaart produksi Jacky mulai dikenal.

“Awalnya tidak semua orang tahu Klappertaart, banyak orang masih asing dengan dari mana dan apa bahan bakunya. Awalnya cuma beberapa biji yang terjual tapi setelah itu, pas momen akhir tahun kami mulai banyak pesanan. Kita jualan di Dago cuma 2 bulan. 2006 kita pindah tempat jualan ke Jalan Riau (Jl. RE. Martadinata) di depan salah satu Factory Outlet (FO),” katanya.

Tahun 2005, FO di Jalan Riau memang sangat dikenal khususnya bagi para wisatawan Kota Kembang. Memanfaatkan peluang itu, Jacky berjualan di depan salah satu FO dengan menggunakan etalase kecilnya.

“Pada saat itu kita masih jualan di depan terasnya dengan sebua etalase dan kulkas. Setiap pagi kita harus mendorong etalase kue keluar ke teras dan setiap tutup toko FO kita harus mendorong etalase kue tersebut masuk ke dalam. Tapi lambat laun banyak orang luar kota mulai kenal,” katanya.

Jacky mengakui banyak lika-liku dalam usahanya merintis bisnis klappertaart. Bahkan butuh waktu tak sebentar agar klappertaart miliknya dikenal orang. Namun Pada 2007 mimpi usahanya untuk dikenal banyak orang akhirnya terwujud.

Salah satu stasiun TV swasta nasional meliput usahanya dalam acaranya yang tengah hits di program TV tersebut. Acaranya tersebut memiliki rating yang tinggi dalam mengupas dunia kuliner.

“Puncaknya bisnis klappertaart ini booming pada 2007, kami diliput salah satu stasiun TV, di acara hits Wisata Kuliner Trans TV, kita diliput dan ditayangkan di acara itu. Responsnya sangat luar biasa bahwa ketika disiarkan dan rating acara sedang tinggi banyak yang nonton dan merespons dengan mereka berbelanja klappertaart,” ungkap Jacky.

Setelah ditayangkan di acara tersebut, hari demi hari semakin banyak orang berbelanja kue di tokonya. Bahkan orang-orang dari luar kota pun juga banyak yang berkunjung. Dengan bertambah banyaknya pelanggan Denhaag Klappertaart, Jacky akhirnya menambah cabang lainnya satu persatu hingga saat ini baru berjumlah 9 toko pada tahun 2020.

Saat disinggung, mengapa memiliki bisnis oleh-oleh klappertaart, Jacky yang sebelumnya tinggal di Jakarta mengaku merasa bosan jika pulang berlibur dari Bandung hanya membawa oleh-oleh yang itu-itu saja. Rasa bosannya ternyata menjadi peluang dan membuatnya memilih klappertaart untuk usaha.

“Pada saat itu kami melihat brownis, pisang bolen, batagor, dan lainnya, tapi saya melihat belum ada yang menjual klappertaart ini. Saya mikir, ‘ini ada kue yang enak tapi di Bandung belum terkenal,” katanya.

“Saya saat itu memposisikan sebagai pembeli juga. Contoh saya kalau ke Bandung belinya oleh-olehnya itu aja lama-lama juga bosen. ‘Apa gak ada oleh-oleh yan lain lagi?’. Ternyata pertanyaan saya jadi ide buat mencetuskan usaha ini,” kata Jacky.

Setelah 15 tahun bertahan di bisnis tersebut, kini ada dua jenis menu klappertaart yang ditawarkan yaitu panggang dan basah. Berbagai varian rasa dan toping pun dihadirkan dari mulai almond, kosmos, kenari, keju, juga berbagai ukuran dari mulai ukuran regular, medium, dan besar.

“Kalau panggang lebih padet tapi lembut ketika dimakan. Kalau basah enaknya dingin dan lumer dimulut,” katanya.

Lika-liku dari pegawai hingga jadi bos

Kepada Ayobandung.com, Jacky juga berbagi cerita proses jatuh bangun dari seorang karyawan hingga akhirnya bangkit dan pindah ke Bandung untuk memulai bisnis oleh-oleh ini.

“Masa susah itu 3 bulan pertama kami pernah mau menyerah, karena pada saat itu modal kami sudah menipis, hampir habis. Tentu kalau gak ada modal gak bisa buat lagi. Tapi ketika itu bulan Desember kami banyak order untuk akhir tahun. Dengan order itu kami masih punya kesempatan lagi untuk memperpanjang langkah dan bisa pindah tempat ke Jalan Riau,” katanya.

Usaha ini pun seolah jadi ‘perjudian’ untuk Jacky. Bagaimana tidak? Jacky mengaku, hampir setengahnya uang pesangonnya ia gunakan untuk modal membuat kue ini. Sisanya dia gunakan untuk membayar utang.

“Pada saat PHK dapat uang Rp70 jutaan. Dulu modal awal Rp40 juta hanya bisa dapat beli satu oven, mixer, dan peralatan lain untuk peralatan buat bikin kue. Uang sisanya Rp 30 bayar utang kartu kredit,” katanya.

Selain itu, Jacky juga sempat pesimis dengan bisnisnya. Pasalnya, saat pertama mendirikan usaha ini, penjualan klappertaart tak laku banyak. Bahkan setiap harinya kurang dari 10 biji klappertaart yang bisa terjual.

“Dulu paling cuman keluar 4 biji sehari, paling top 16 biji itu juga Sabtu-Minggu. Pas pindah ke depan FO Sabtu-Minggu sampai 150 biji. Kalau sekarang sekali produksi sampai ratusan. Untuk penjualan 200-300 sehari,” ujarnya.

Related posts