Kisah Mulyoko, Sukses Jual Ribuan Kambing Setelah Berkali-kali Gagal dalam Usaha

Berbagisemangat.com – Kerja keras dan tidak mudah menyerah. Setidaknya itu dua modal utama Mulyoko (34) bisa sukses menjadi peternak kambing seperti saat ini. Meskipun pernah berkali-kali gagal dalam membangun usaha, bahkan hingga menangguk kerugian hampir setengah miliar rupiah.

Namun dia bisa bangkit kembali. Dia saat ini memiliki peternakan “Sekar Mendho” di bawah kaki Gunung Gandul, tepatnya di Desa Pare, Kecamatan Selogiri, Wonogiri, Jawa tengah. Peternakan kambing tersebut memiliki kapasitas kandang yang mampu menampung hingga 2.500 ekor.

Bahkan pada Idul Adha lalu, dia mengaku bisa menjual kambing hingga 3.500 ekor, sampai hanya tersisa sekitar 50-an ekor saat itu.

Namun kisah sukses itu tidak datang begitu saja. Sebelum sampai pada titik tersebut, jatuh bangun dalam membangun usaha harus dilakoninya. Bahkan karena kegagalan itu dia pernah sampai memiliki utang hingga Rp 500 juta.

Namun berkat ketekunan dan kesabarannya, juga dorongan dari sang istri, dia bisa kembali bangkit.

“Kami saat ini fokus pada penggemukan. Tapi karena ada permintaan kami sekalian jual beli. Untuk saat ini karena sekarang belum fokus fatening (penggemukan) kambing masih di bawah 1.000, sekitar 600-700 ekor,” tuturnya saat dihubungi Kompas.com (7/9/2020).

Mulyoko menceritakan, menurutnya tidak mudah membangun bisnis di bidang peternakan kambing. Ia mengaku telah mengalami jatuh bangun berkali-kali sebelum akhirnya bisnis kambingnya sebesar sekarang.

Mulyoko mengatakan, saat ini pihaknya memilih berfokus untuk beternak kambing jenis domba meskipun juga menyediakan kambing Jawa. Beternak domba menurutnya memiliki beberapa keunggulan yakni lebih mudah dan simpel juga membutuhkan tempat lebih sedikit dibandingkan kambing Jawa.

Adapun saat ini peternakan kambingnya memiliki beberapa lini bisnis yakni trading (jual beli), penggemukan yang arahannya untuk menyediakan pemenuhan mereka yang memiliki usaha aqiqah, sate kambing, serta susu.

Selain itu, belajar dari pengalamannya saat beberapa kali menghadapi komplain dari warga di tempat-tempat sebelumnya, ia kini juga mengolah kotoran menjadi pupuk sehingga tidak berbau. Ia mengatakan jika terdapat masyarakat yang ingin berbisnis kambing maka menurutnya yang paling penting adalah menentukan tujuan akan berbisnis kambing atau domba jenis apa. Selain itu harus bisa mengukur nilai gizi kambing.

Sebelum menekuni bisnis jual beli dan penggemukan kambing, ia awalnya usaha jual beli tanaman hias gelombang cinta. Yaitu sekitar tahun 2007 hingga 2008. Usaha tanaman hias itu ia jalani usai menikah. Tetapi musim ramai orang menyukai tanaman hias ternyata tidak berlangsung lama.

Saat orang-orang bosan dengan tanaman hias, bisnis tanaman hias pun mulai menurun. Mulyoko kemudian mencoba beralih dengan memelihara sapi dengan sistem gaduh. Sistem gaduh adalah sistem pemeliharaan ternak di mana pemilik hewan ternak mempercayakan pemeliharaan ternaknya kepada penggaduh hewan ternak dengan imbalan bagi hasil.

Namun usaha pemeliharaan sapi yang dilakoninya juga tidak berlangsung lama. Sebab dia merasa usaha dengan sistem gadung tersebut margin keuntungan sapi turun dan pendapatannya juga tidak banyak. Saat itulah dia kemudian mencoba beralih ke usaha jual beli dan peternakan kambing.

Awalnya ia melakukan usaha jual beli kambing secara tradisional dari pasar ke pasar. Ia menceritakan, ketika usaha kambingnya baru mulai merinstis sekitar 2007-2008, sekitar setahun kemudian kandang yang ia miliki roboh. Padahal saat itu ia tengah mendapatkan orderan dari temannya dengan jumlah cukup besar.

Akibat kejadian itu, kambing miliknya dan kambing pesanan temannya yang saat itu belum juga diambil mati hingga sekitar 80 ekor.

“Saat itu baru awal sudah dibenturkan masalah besar,” ungkap Mulyoko.

Namun kejadian itu tak membatnya menyerah. Ia mengatakan salah satu kunci semangatnya adalah sang istri. Dengan semangat dari sang istri ia kemudian berusaha bangkit lagi membangun usaha. Namun saat mulai bangkit, lagi-lagi dia mendapatkan permasalahan hingga berkali-kali.

Mulai dari masalah pembayaran, juga komplain dari warga yang bahkan menyebabkan dia harus berpindah-pindah tempat usaha hingga 3 kali.

Selain itu, Mulyoko mengatakan, dalam usaha peternakan kambing, adanya kasus kematian kambing juga masih saja terus ada. Namun menurut dia salah satu yang menjadi cobaan terberatnya adalah saat akumulasi utangnya mencapai Rp 500 juta. Utang itu berasal dari pinjaman dan kegagalan dalam proses usahanya.

Padahal saat itu usianya baru 25 tahun. Mempunyai utang hingga Rp 500 juta dalam usia muda, dia bertekad bisa melunasinya dalam waktu 5 tahun. Namun berkat keinginan kuatnya bisa terbebas dari utang, dalam waktu 2 tahun sudah bisa melunasinya.

Ia menyebut, saat-saat menghadapi berbagai masalah itu, sempat terlintas untuk berhenti berbisnis domba lagi.

“Tapi dengan semangat dari istri, saya terus belajar. Mulai lagi. Dari tahun ke tahun akhirnya ketemu (resep bisnisnya), ya mungkin baru 4 tahunan ini,” tuturnya.

Mulyoko mengaku tidak malu untuk belajar dari pengusaha yang telah lebih dulu sukses. Selain mengambil ilmunya juga untuk motivasi dan inspirasi. Ia terus menimba ilmu bahkan ke peternak yang lebih besar hingga ke daerah Bogor, Jawa Barat dan Surabaya, Jawa Timur.

“Jadi ketemunya perjalanan panjang di komposisi pakan. Intinya di situ,” terang dia.

Ia menceritakan untuk dapat menemukan komposisi pakan ia mencari formula dari peternak besar. Mencoba membedah apa sebetulnya bahan konsentrat pakan yang mereka gunakan, selanjutnya melakukan beberapa kali percobaan hingga akhirnya menemukan komposisi yang pas.

Selain itu kesehatan hewan, sanitasi, kebersihan kandang, ketepatan memberi pakan, SDM dan disiplin waktu juga merupakan hal yang penting.

Artikel : Kompas.com

Related posts