Kisah Pemuda Suku Kamoro, Tinggal di Gorong-gorong Hingga Bergelar Doktor

Berbagisemangat.com – Situasi getir, sulit, dan keras di masa kecil, mengubah jalan hidup seorang Leonardus Tumuka, pemuda Suku Kamoro.

Leo, demikian sapaan akbrabnya, lahir di Kampung Koperapoka, Mimika, Papua, 20 Juli 1984, merupakan warga Suku Kamoro pertama yang mengenyam pendidikan Doktor.

Putra sulung pasangan Anakletus Tumuka dan Lidia Nawaripi itu menyelesaikan pendidikan doktoral pada University of the Philipines Los Banos, Filipina, tahun 2015 pada bidang Community Development.

“Disertasi saya mengangkat soal faktor-faktor yang menghambat Suku Kamoro terutama dari sisi pemberdayaan ekonomi, pendidikan dan kesehatan,” kata Leo.

Kini Leo Tumuka bekerja sebagai konsultan pada Departemen Community Affairs PT Freeport Indonesia di Kuala Kencana, Timika.

Ia juga tercatat sebagai staf pengajar pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Jambatan Bulan Timika dan pernah dipercayakan sebagai Kepala Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) pada Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika.

Kehidupan keras untuk mencapai taraf kesuksesan seperti sekarang, masa kecil Leo Tumuka dilalui dengan penuh tantangan mengingat dirinya berasal dari keluarga kurang mampu.

“Saat usia saya sekitar 7-8 tahun, kedua orang tua saya sakit-sakitan. Keluarga kami tidak terpandang (bahkan Leo bersama saudara-saudaranya seolah-olah dianggap tidak memiliki keluarga) sehingga kami memilih pindah tinggal di Gorong-gorong,” tuturnya.

Lantaran kondisi kesehatan ayah dan ibunya yang sakit-sakitan itu, Leo muda harus bekerja untuk membantu menghidupi orang tua dan saudara-saudaranya yang berjumlah sembilan orang.

“Setiap hari saya harus banting tulang pergi pasang jaring dan mencari ikan di kali (sungai). Waktu itu belum ada bendungan di Gorong-gorong. Berulang kali kaki saya terkena pecahan beling (kaca) karena tidak pernah memakai sandal, apalgi sepatu,” ujar Leo dengan mata berkaca-kaca.

Meski pekerjaan itu dirasakan sangat berat untuk anak seusia 7-8 tahun, Leo mengaku tulus melakukan semua pekerjaan demi menjamin asap dapur tetap mengepul.

“Kalau saya tidak pergi mencari ikan untuk dijual, kami sekeluarga mau makan apa? Ya, itulah risiko saya sebagai anak tertua dalam keluarga,” jelasnya.

Awal Sekolah

Hingga usia 8 tahun, Leo belum juga bersekolah. Padahal rekan-rekan seusianya sudah beramai-ramai bersekolah di SD Inpres Koperapoka.

Bersamaan dengan itu, PT Freeport mengerahkan peralatan berat untuk menggali lokasi yang akan dijadikan bendungan di sekitar Gorong-gorong hingga samping Bandara Mozes Kilangin Timika.

Akibat dari penggalian itu, kali atau sungai yang biasa digunakan Leo untuk mencari ikan seketika lenyap.

“Rumah kami persis di samping bendungan itu. Saya kemudian berfikir keras, dimana lagi tempat kami mencari nafkah. Saya berdoa, meminta Tuhan membukakan saya jalan,” tuturnya.

Di tengah pergumulan itu, Leo menerima panggilan dari guru SD Inpres Koperapoka untuk meminta dirinya harus bersekolah.

“Sekitar tahun 1992, saya dipanggil guru ke sekolah dan sejak itu saya membulatkan tekad untuk sekolah,” ujar suami dari Maria Goreti Renjaan itu.

Seusai menamatkan pendidikan di SD Inpres Koperapoka pada 1999, Leo Tumuka melanjutkan studi ke SMP YPPK Santo Bernadus Timika hingga selesai pada 2002.

Pada 2002, Leo Tumuka bersama 72 anak Papua mendapatkan bantuan beasiswa dari Direktorat Pendidikan Menengah Umum Kemendikbud untuk melanjutkan pendidikan SLTA di Jawa.

Leo bersama empat putra-putri Papua ditempatkan di sekolah SMA Negeri 2 Madiun, Jawa Timur.

“Saat bersekolah di SMA Negeri 2 Madiun, saya dan teman-teman Papua benar-benar digembleng. Di situlah kami merasakan bedanya pendidikan di Papua dan luar Papua, terutama di Jawa,” katanya.

Usai menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 2 Madiun pada 2005, Leo melanjutkan studi ke Universitas Pasudan, Bandung, Jawa Barat dan menyelesaikan studinya pada Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik pada 2009.

Dengan bantuan beasiswa dari Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK), Leo Tumuka kemudian melanjutkan studi strata dua pada Universitas Katolik Soegiyapranoto Semarang hingga selesai pada 2011.

“Pendidikan strata dua hingga strata tiga saya sepenuhnya dibantu oleh LPMAK. Terima kasih sudah memperhatikan pendidikan anak-anak Suku Kamoro, Amungme dan lima suku kekerabatan di Mimika,” ujar Leo.

Pesan Hari Sumpah Pemuda

Leo Tumuka mengajak dan memotivasi generasi muda Papua terutama dari Suku Kamoro, Mimika untuk harus sekolah agar mereka bisa sukses meraih impian di masa depan.

Sebagai doktor pertama di kalangan Suku Kamoro, Leo Tumuka mengaku memikul tanggung jawab besar bagaimana memotivasi anak-anak Kamoro yang lain supaya lebih banyak lagi yang berhasil dalam pendidikannya.

Keterlibatan berbagai komponen baik pemerintah, perusahaan, LPMAK maupun gereja, diharapkan dapat menghasilkan lebih banyak lagi generasi muda Kamoro yang cerdas untuk bisa mengelola sumber daya alam yang berkelimpahan di Mimika,” harapnya.

“Kemanapun saya pergi, saya selalu mengingatkan masyarakat saya untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Kalau semakin banyak orang cerdas maka kita tidak akan susah membangun daerah. Yang bisa mengelola kekayaan alam yang berlimpah ini hanya orang-orang yang pintar. Bagaimana mau pintar, kalau tidak mau bersekolah,” kata Leo Tumuka.

Hingga kini Leo Tumuka masih sering diminta oleh LPMAK melalui Yayasan Binterbusy Semarang untuk memberikan motivasi kepada anak-anak Papua yang sedang menempuh pendidikan di Kota Semarang.

Leo juga terlibat di Yayasan Yuamako untuk membantu pendidikan anak-anak lima desa Daskam yang terkena dampak langsung pembuatan tailing PT Freeport yaitu Koperapoka, Nayaro, Nawaripi, Tipuka, dan Ayuka.

Saat ini terdapat 460-an anak lima desa Daskam yang mendapatkan beasiswa pendidikan di berbagai lembaga studi mulai dari tingkat SD hingga Perguruan Tinggi.

Ia juga berharap generasi muda Mimika, terutama dari Suku Kamoro mengambil peran aktif dalam membangun masyarakat dan daerahnya agar bisa lebih maju.

“Para pemuda tidak bisa hanya berpangku tangan menunggu bantuan dari pemerintah atau pihak lain. Sekarang bukan lagi zaman kita bersantai, tapi pemuda harus bekerja keras dan bangkit bersama saudara-saudara yang lain untuk membangun masyarakat,” ajak Leo.

Memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-80 tahun ini, Leo Tumuka berpesan agar para pemuda Indonesia terus menggelorakan semangat persatuan dan persatuan dengan mengenyampingkan berbagai perbedaaan adat-istiadat, budaya, agama, suku dan golongan.

“Tantangan kita dewasa ini semakin berat, terutama bagaimana menjadikan perbedaan itu sebagai ramhat untuk kita saling memperteguh dan memperkuat jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. Mari kita bersama-sama mengambil peran aktif untuk membangun bangsa dan masyarakat kita agar menjadi bangsa yang makmur, dimana masyarakatnya bisa hidup rukun, damai, adil dan beradab,” harap Leo Tumuka.

Related posts