Kisah Pengupas Bawang di Cipayung, Tetap Ikhlas Walau Cuma Dibayar Rp 2 Ribu Per Kilogram

“Daripada nganggur, ngerumpi atau ngomongin orang lebih baik mengisi waktu berzikir sambil mengupas bawang. Mengingat sekarang adalah Bulan Suci Ramadhan yang penuh berkah. Pahalanya kan gede,” ujar Wiwi, seorang pekerja pengupas bawang di kawasan Ceger, Cipayung, Jakarta Timur.

“Kita diberi upah Rp2.000 per kilogram,” sambung Ibu Peny, perempuan paruh baya, pengupas bawang lainnya yang masih bersaudara dengan Wiwi.

“Itu (Rp2.000) untuk upah kupas kulit bawang merah. Kalau bawang putih, Rp500 per kilogramnya,” timpal Ibu Iis, pekerja lainnya yang berasal dari Garut, Jawa Barat.

Wiwi, Peny, Iis, dan beberapa saudara perempuannya menempati rumah petakan. Semuanya merupakan rumah warisan yang dibuat petak-petak sebanyak lima pintu.

Disiarkan Antara, Kehidupan para perempuan pengupas bawang di kawasan Ceger, Cipayung itu memang terlihat masih beruntung dibanding perempuan miskin yang tinggal mengontrak.

Peny dan saudaranya punya rumah meski dari sisi ekonomi, tergolong miskin. Mereka hidup menjanda, ditinggal mati suami mereka, dan ada juga yang bercerai lantaran faktor ekonomi.

Karenanya, dapat tawaran pekerjaan mengupas bawang yang diantar orang pasar ke kediamannya, dengan upah yang terbilang kecil itu, mereka tetap menerimanya dengan ikhlas.

Saban hari, ‘Si Abang’ pembawa bawang akan mendrop bawang dalam karung. Bawang berkarung-karung itu kemudian diterima para ibu anggota keluarga Peny.

Selanjutnya, bawang dikupas. Dua hari kemudian, ‘si Abang’ dari pasar akan datang kembali untuk menjemput bawang yang telah dikupas. Ketika itulah para pengupas bawang itu menerima upah.

Related posts