Berbagisemangat.com – Atlet powerlifting disabilitas Indonesia, Ni Nengah Widiasih, punya cita-cita mulia jika suatu saat nanti pensiun dari dunia atlet. Kisah Ni Nengah menjadi inspirasi untuk atlet-atlet lainnya untuk terus berprestasi.
Dia ingin membangun gym gratis bagi para penyandang disabilitas. Ni Nengah merupakan satu dari sekian banyak atlet Indonesia yang akan turun berlomba di Asian Para Games 2018.
Berbekal raihan medali perunggu di Paralimpiade 2016 Rio de Janeiro, Brasil, atlet kelahiran Karangasem, Bali itu jadi tumpuan Merah Putih dalam meraih medali.
Ide itu muncul, setelah atlet yang akrab disapa Widi itu mendapati bahwa sangat sulit menemukan fasilitas, termasuk gym, yang ramah difabel di kota kelahirannya.
Untuk itu, peraih medali perak di Asian Para Games 2014 Incheon, Korea Selatan itu ingin membagikan sedikit rezekinya bagi para penyandang disablitas yang ingin aktif berolahraga.
“Saya ingin teman-teman saya bisa akses gym khusus untuk penyandang disabilitas. Saya ingin teman-teman difabel di Bali yang punya mimpi dan semangat namun tak tahu harus latihan dimana, bisa menikmati fasilitas gym gratis ditempat saya nanti. Datang saja, yang penting bawa semangat,” ujar Ni Nengah Widiasih.
Asian Para Games 2018 akan berlangsung pada 6-13 Oktober 2018 di Jakarta. Mempertandingkan 18 cabang olahraga, pesta olahraga terbesar atlet difabel Asia ini diikuti sekitar 3.000 atlet dari 42 negara peserta.
Berikut wawancara lengkap Ni Nengah bercerita tentang powerlifting disabilitas Indonesia:
Bisa diceritakan awal mula menjadi atlet powerlifting disabilitas hingga meraih banyak prestasi seperti saat ini?
Mungkin saya sedikit bercerita bagimana saya memulai karir saya menjadi atlet, bagaimana masa kecil saya dulu.
Dahulu saya dilahirkan normal sampai ketika usia tiga tahun saya sakit demam panas, orang tua saya membawa saya ke dokter. Tapi saat disuntik saya malah semakin demam, lemas total dan tak bisa jalan.
Dari sana orang tua saya sudah coba segala pengobatan dari dokter hingga dukun dan segalanya agar saya bisa kembali normal, tapi tuhan berkata lain.
Dengan berjalannya waktu saat saya kecil saya pernah merasa berbeda. Saat duduk di Sekolah Dasar (SD), saat jam istirahat saya selalu di kelas. Sedangkan teman-teman saya main di luar.
Saat saya pulang saya menangis, kenapa saya berbeda? Waktu itu saya belum mengerti, yang saya tahu kenapa saya tidak bisa berlari?
Lalu ayah bilang, kamu tak berbeda, kamu spesial. Mungkin kini kamu tak mengerti sekarang, tapi saat kamu tumbuh dewasa. Kamu akan mengerti dengan sendirinya.
Apa yang orang tua katakan benar. Sampai saya tumbuh dewasa saat kelas 6 SD, saya mulai ikut angkat berat. Waktu itu lingkungan saya juga banyak atlet angkat berat. Kakak dulu sering mengajak saya ke gelanggang olahraga.
Lalu saya ketemu pelatih dan diajak latihan. Meski saya berbeda, pelatih sebisa mungkin melatih saya dengan kondisi seperti ini. Saat tiga bulan kemudian, saya diikuti kejuaraan nasional. Saat itu kebetulan diadakan di Bali, dan saya dapat medali emas.
Pada tahun 2007, saat saya duduk di kelas 1 SMP untuk pertama kalinya saya bergabung ke pelatnas di Solo. Pertama kali ikut Asean Para Games di Thailand dan dapat perunggu.
Setelah itu, saat pulang ke Indonesia, saya ingin berlatih terus supaya bisa seperti mereka para peraih medali perak dan emas. Pada 2012 saya juga lolos Paralimpiade di London, Inggris. Tapi saat itu saya belum beruntung, dan hanya masuk lima besar dunia.
Tapi ambisi saya tak berhenti, saya janji jika saya lolos Paralimpiade 2016 Rio, Brazil. Saya ingin bekerja keras dan dapat salah satu medali.
Sebelum itu saya melewati banyak tahap sebelum lolos ke 2016 Rio, banyak kejuaraan yang harus saya ikuti. Sebelum itu satya ikut Kejuaraan dunia di dubai, dan pertama kali masuk rangking tiga dunia.
Sebelum ke brasil saya latihan super gila, Senin hingga Sabtu, dari pagi hingga sore. Pelatih sampai bilang kamu harus istirahat, kamu akan sakit kalau begini. Tapi saya bilang saya akan sakit kalau saya gagal di Brazil nanti.
Dua bulan sebelum berangkat ke Brasil saya cidera parah, cidera bahu kanan dan otot leher, tulang agak ke geser. Tapi dengan mukjizat tuhan, dua hari jelang laga semua rasa sakit saya hilang.
Saat start pertama saya cuma ada harapan masuk di nomor 4-5 dunia, tapi saya yakin kepada Tuhan, apa pun yang terjadi saya bisa pulang bawa medali. Dan akhirnya saya pulang bawa medali perunggu tersebut.
Setelah itu saya demam tinggi, dua hari saya tak bisa bangun, mungkin karena proses sebelum pertandingan. Itu efeknya, saya juga diet ketat, saat tanding berat saya 40,25 ons. Setelah bertanding itu efeknya, demam tinggi. Tapi saya beryukur berkat kemenangan tersebut saya bisa mewujudukan mimpi saya.
Dua bulan yang lalu, saat turun di Eropa open di Prancis, saya dapat medali emas. Saat ini saya berada di rangking dua dunia, sekarang yang pegang rekor itu atlet Cina. Semoga di Asian Para Games 2018, saya bisa lebih baik lagi.