Cerita Gus Miftah Saat Berdakwah Di Kelab Malam

Berbagisemangat.com – Jauh sebelum video kajian agamanya di sebuah kelab malam viral, Miftah Maulana Habiburrahman (37) atau akrab disapa Gus Miftah sudah menempuh jalan panjang untuk berdakwah. Total sudah 14 tahun ia berdakwah dari kelab malam.

Selama berdakwah belasan tahun, Miftah mengaku jalannya tidak selalu mudah. Ada banyak cerita di setiap tempatnya berceramah.

“Kendala yang dihadapi banyak yang ikut ngaji dalam keadaan mabuk. Itu biasa bagi saya, risiko,” kisah pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (12/9).

Miftah mengingat pernah satu kali saat hendak salat usai berceramah, salah seorang pengunjung kelab malam dalam kondisi mabuk marah-marah kepada Gus Miftah. Mengetahui orang tersebut marah-marah, Gus Miftah sempat menyangka orang tersebut hendak mengajaknya berkelahi. Namun ketika didekati ternyata orang tersebut marah karena ingin diajak salat.

“Dia bilang mandeg (berhenti). Saya dekati ternyata dia pingin salat juga. ‘Mbok aku melu (saya ikut)’ katanya,” cerita Miftah.

Pengalaman serupa juga terjadi sekitar 14 tahun lalu, ketika itu Gus Miftah salat di musala dekat Pasar Kembang (Sarkem), salah satu tempat prostitusi di Yogya. Miftah ke sana untuk berdakwah, tapi saat itu sempat diancam salah seorang penguasa di lokasi tersebut.

“Tempat prostitusi di Jogja itu awalnya setiap malam Jumat saya salat tahajud di tempat tersebut ada musala kecil, saya ditemani mas Gun Jack yang dalam tanda kutip menguasai sarkem. Itu sekitar tahun 2000-an sekian. Awalnya saya malah mau dikeplaki (dipukul) beliau. Saya sampaikan visi misinya beliau menerima,” jelasnya.

Sebelum menyampaikan ajaran agama di salon-salon plus-plus maupun kelab malam, Gus Miftah terlebih dahulu harus melobi manajemennya. Dia dengan jelas menyampaikan visi misinya berdakwah di tempat tersebut. Dia bersyukur, dengan cara itu mayoritas pemilik mengizinkannya berdakwah.

“Kalau kemudian apakah dulu masuknya gampang? Tidak juga, saya pakai lobi. Ada yang saya WA, ada yang saya SMS. Saya datangi awalnya ada yang menolak tapi alhamdulillah kemudian rata-rata manajemen mengizinkan, termasuk di beberapa salon plus-plus ternyata anak-anak sangat berharap (mendapat pengajian). Kalau di Bali, saya tidak kelihatan, mereka japri (hubungi), ‘Gus kapan ke sini lagi kita butuh kajian agama’,” bebernya.

Gus Miftah, pengasuh pondok pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY

Gus Miftah bersyukur, selain banyak pekerja malam yang berhijrah, sejumlah pemilik hiburan malam juga mulai memperhatikan pekerjaanya. Contohnya, dahulu ketika sebuah kelab malam di Jogja mendapat untung lebih maka pekerjanya diajak ke luar negeri seperti Thailand dan Singapura. Kini, tidak sekedar luar negeri, pekerja malam tersebut juga diumrahkan ke Tanah Suci.

“Kebetulan pemilik kelab tersebut empat-empatnya Nasrani. Tapi kami kenal dekat, dia juga senang karena banyak karyawan yang diingatkan. Ada pekerja malam itu karena ekonomi, misal dia di sini kuliah karena tidak punya uang terus putus kuliah. Dia bekerja seperti itu untuk cari uang lanjut kuliah tapi setelah dapat uang mereka lupa. Itu yang saya ingatkan, bahwa tujuan mereka di sini untuk sekolah,” ceritanya.

Meski berdakwah di kelab malam, Gus Miftah menegaskan tidak setetes pun meminum alkohol. Bahkan merokok pun tidak bagi Gus Miftah. Selain itu pengajian yang digelarnya gratis. Bahkan akomidasi seperti transport tetap menggunakan kantong pribadi.

“Saya punya prinsip, kalau saya minum, saya tidak berhak menasihati orang minum. Dan mereka percaya (saya) karena itu,” ucapnya.

Pondok pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY

Sesaat setelah viralnya video kajian agama di kelab malam, Gus Miftah banyak mendapat direct message via Instagram. Banyak jemaahnya yang menyampaikan, pernah mendapat kajian agama dari Gus Miftah.

“Beberapa menemui saya dan bilang terima kasih karena sudah dibantu. Kalau mau testimoni seperti itu, saya pernah ngajak mantan PSK manggung di sini (ponpes) untuk mujahadah ke sini tapi dia saya suruh pakai cadar. Saya pertimbangkan privasi,” bebernya.

“Yang jelas anak dunia malam dipandang kacamata negatif mereka kaum marjinal. Tapi saya bilang orang baik itu punya masa lalu, dan orang jelek juga punya masa lalu. Orang jelek pasti punya masa depan janganlah kita menjadi hakim. Kontroversi (video viral) saya memahami itu, pasti banyak orang yang tidak sepakat dengan itu mereka mempersoalkan adab, etika lah,” katanya.

Miliki Pondok Pesantren
Jalan dakwah Gus Miftah tidak melulu di luar. Di rumahnya, kawasan Kalasan, Sleman, ia memiliki sebuah pondok bernama Pondok Pesantren Ora Aji dengan santri berjumlah 70 orang. Santrinya memiliki latar belakang beragam mulai dari mantan pengguna narkoba hingga mantan terapis di salon plus-plus. Santri tersebut juga belajar secara gratis di pondok tersebut. Mulai dari tempat tinggal hingga makan gratis.
“Di sini kita punya 70 santri dan free. Ada beberapa santri yang mantan dunia seperti itu. Dan bahkan ada satu santri anak salon plus salah satu terapis,” jelasnya.
“Ponpes bulan depan milad ke-enam. Dan ya alhamdulillah temen-temen artis pejabat banyak ke sini tidak perlu kami mengundang mau datang. Mereka merasa nyaman saja,” timpalnya.

Pondok pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY

Sementara nama Ora Aji sendiri memiliki makna yang mendalam. Ora Aji itu berarti tidak berharga, MIftah menganggap tidak ada satupun yang berharga di hadapan Allah.
“Makanya masjid ini namanya Al Mbejaji karena tadinya tak bernilai ketika di pondok ngaji harapnnya jadi bernilai. Ketika di LP (Lembaga Permasyarakatan) saya ngisi bilang, keluar LP sini ke masyarakat nggak keterima silakan gabung ke saya dan alhamdulilah mereka nyaman. Ada di sini dari Lombok, Lampung, Bengkulu rata-rata mereka kuliah,” sebutnya.

Ponpes Ora Aji di Kalasan, Sleman, DIY, milik Gus Miftah.

Related posts