Kisah Relawan Mahasiswa Di Palu Jadi Korban Hoaks Hingga Mandi 2 Hari Sekali

Berbagisemangat.com – Jadi relawan untuk menolong korban bencana itu memang tak mudah, apalagi korban gempa berkekuatan besar disertai tsunami dan liquifaksi yang memakan ribuan jiwa di Palu.

Selain dibutuhkan mental baja, para relawan juga harus benar-benar fit, karena harus siap bekerja keras mengevakuasi korban atau ke daerah yang medannya sulit yang belum dijangkau oleh tim evakuasi.

Belum lagi saat ini bertebaran berita-berita bohong atau hoaks seputar gempa yang bisa menipu relawan yang ingin menolong.

Hal ini pula acap dialami oleh relawan dari gabungan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) yang tergabung di PKD Mapala Sulsel yang beberapa kali tertipu oleh berita bohong.

Dirga Triandi Putra (24), salah satu relawan dari Mapala STIE Makassar bercerita kisah antara jengkel dan lucu karena timnya menjadi ‘korban’ hoaks tersebut.

Dua orang relawan mahasiswa untuk bencana di Sulteng1

Para relawan mahasiswa memang mendapatkan tugas dari Korem 132, selain melakukan evakuasi dan survei adalah membagi-bagikan bantuan logistik yang sudah sampai di Palu.

Saat itu, jelasnya, kami dapat kabar di daerah Untad (Universitas Tadulako) ada korban luka-luka berat dan butuh bantuan kendaraan mobil secepatnya.

Karena beritanya cukup meyakinkan, tim evakuasi pun datang ke wilayah korban tersebut yang jaraknya sekitar setengah jam perjalanan.

Namun ternyata setelah ke rumah korban, yang didapati adalah orang luka ringan yang memiliki tiga mobil pribadi. “Agak kesal, tapi lucu juga sih,” ujar Dirga kepada Tribunnews.com saat dihubungi, Rabu (10/10/2018).

Relawan mahasiswa pecinta alam dari Makassar memba

Kisah lainnya, mereka dapat kabar di daerah Papikoro yang informasinya belum tersentuh bantuan logistik. Saat disurvei, ternyata warga daerah tersebut aman dan malah memberikan bantuan ke daerah Sigi.

Agar tak jadi korban hoaks lagi, jelasnya, tim relawan mapala yang beranggota 30 orang tersebut lebih berhati-hati menanggapi kabar yang beredar.

“Nah, sekarang kami dapat kabar kalau di Sigi ada pengungsi yang meninggal karena kalaparan. Karenanya, kami akan mencari tahu dulu apa berita ini benar atau tidak. Kalau benar baru kami bekerja menolong dengan logistik yang ada,” jelas mahasiswa semester akhir ini.

Relawan mahasiswa pecinta alam dari Makassar membantu mel

Selain masalah hoaks, jelasnya, hanya kendala-kendala kecil saja yang dialami, misalnya karena sulitnya pasokan air bersih, maka mereka harus rela menunggu berjam-jam antre ke kamar mandi atau kamar kecil.

“Kalau saya mandinya dua hari sekali hehehe, tapi tetap mesti mandi kalau sudah bersentuhan dengan korban yang meninggal dunia,” ujarnya.

Pasokan logistik untu para relawan sendiri, jelasnya, hingga saat ini lancar. Permasalahannya adalah terbatasnya kendaraan evakuasi dan jalanan yang rusak parah sehingga mobilisasi logistik sering ngadat.

Relawan mahasiswa pecinta alam dari Makassar membantu melakukan

Ia juga menjelaskan, sebagai anggota mapala yang sering keluar masuk hutan dan gunung, kondisi alam seperti di Palu dan Donggala sudah tidak jadi masalah.

“Pokoknya dinikmati saja, kami dari Makassar sudah siap fisik dan mental,” ujarnya.

Menurutnya, mereka pun sudah siap dipindah-pindah dan digabi-bagi menjadi kelompok lebih kecil sesuai dengan kebutuhan.

“Minggu lalu saat bantuan masih sedikit kami turut membantu mengevakuasi jenazah hingga ke pemakaman massal. Sekarang mungkin kami akan bergerak ke lokasi yang lebih jauh lagi setelah bantuan dari Makassar sudah tiba,” ujar Dirga.

Related posts