Marbot Masjid di Sukabumi Ini Tinggal di Gubuk Seluas Pos Ronda

Berbagisemangat.com – Kehidupan Abah Kosih (79) terlihat begitu miris, hidup di bangunan mirip pos ronda di Kampung Cicadas Hilir, Kelurahan Cikundul, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi, Jawa Barat.

Setiap hari, abah mengurus Masjid Qubbatul Islam yang berjarak hanya sekitar 500 meter dari tempatnya tinggal. Berjalan menggunakan tongkat, abah memulai harinya menjadi marbot di masjid tersebut. Terkadang suaranya yang parau kerap terdengar melengking mengingatkan waktu salat untuk masyarakat sekitar.

“Abahmah sendiri saja, anak ada dua yang satu meninggal satu lagi sudah 10 tahun enggak pernah bertemu. Dia dibawa sama suaminya ke Jawa Timur, abah bersih-bersih masjid kalau waktu adzan belum ada siapa-siapa abah adzan,” kata Abah Kosih.

Gubuk tempat abah tinggal adalah pemberian Cacih (49), tetangga yang masih terbilang keluarganya, gubuk itu juga berdiri di atas lahan kebun milik Cacih. Untuk kebutuhan makan sehari-hari abah menerima pemberian dari Yayat (50), adik Cacih yang tinggal berdekatan.

“Saya juga sering ditawari tinggal bersama, tapi ga enak karena Yayat dan Cacih meskipun terbilang masih kerabat mereka juga punya anak takut merepotkan. Makanya dibangun gubuk ini, meskipun bentuknya mirip pos ronda saya sudah merasa nyaman,” lanjutnya.

Cerita abah dibenarkan Yayat dan Cacih, untuk keperluan makan mereka bergantian membagi rezekinya dengan abah. Yayat bekerja serabutan, kadang juga dia berjualan gorengan sementara Cacih berkebun.

6 Tahun Hidup di Gubuk

Keduanya menyebut sudah 6 tahun abah Kosih tinggal di tempat tersebut, sebelumnya abah kerap tidur di masjid.

“Sudah sekitar 6 tahun tinggal di tempat ini, mau bagaimana lagi. Kami berdua sudah menganggap abah seperti orang tua sendiri, ada rejeki makan sama-sama. Saya suruh untuk tinggal di rumah kami abah merasa sungkan, akhirnya dibuatlah tempat ini alakadarnya,” kata Yayat diamini Cacih.

Marbot Masjid di Sukabumi Ini Tinggal di Gubuk Seluas Pos RondaFoto: Syahdan Alamsyah

Gubuk abah berukuran kurang lebih 2,5 x 2,5 meter berbentuk panggung, lantai kayu dengan atap bilik yang sebagian sudah ditambal dengan papan seadanya. Tempat tinggal abah bagian dalam terlihat berantakan, terkadang Yayat dan Cacih bergantian membersihkan ruangan dalam gubuk tersebut.

“Kemarin tangganya reyot, saya betulkan karena takut abah terpeleset. Kita mau bangunkan layak juga dari mana uangnya, akhirnya kita tambal-tambalin dengan bahan yang ada. Saya kerja kadang kuli di orang, kadang jualan gorengan,” lirih Yayat.

Yayat dan Cacih berharap pemerintah mau membangunkan rumah layak untuk abah Kosih, untuk tanahnya Cacih berkenan memberikan lahan agar bisa dibangun dengan kondisi lebih baik apabila ada dermawan yang mau membagikan sedikit rejekinya.

“Abah itu membuat kami nyaman, kalau malam tiba dia suka selawatan membuat hangat suasana di sini. Adik saya merelakan tanahnya kalau memang pemerintah atau dermawan yang berkenan mengulurkan bantuan, kalau dari pemerintah sendiri sebenarnya pernah ada hanya bantuan beras hanya itu saja,” tandas Yayat.

Related posts