Semangat Sumano 17 Tahun Jadi Kuli Panggul Air Laut Demi Hidupi Anak Istri

Berbagisemangat.com – Dalam riuh suara nelayan menanti perahu datang di dermaga Pantai Kedonganan, Badung, Bali, terlihat pria dengan gerobak kayunya yang berisi empat drum air ukuran sedang.

“Saya sudah 17 tahun menjadi Panol (Kuli Panggul Air Laut),” ucap Sumano (36) saat membuka perbincangan, Sabtu (11/8).

Sumano saban hari beraktivitas sebagai panol untuk mengambil air laut. Dengan gerobak rapuhnya dan empat drum air, berjalan menuju dermaga. Setibanya di sana, ia menuruni tangga dengan memikul dua drum air di atas punggungnya dan kemudian mengisi penuh dua drumnya dengan air laut.

Setelah terisi penuh, ia kembali meniti tangga dermaga dengan memikul dua druma air laut beratnya sekitar 30 kilo gram. Walaupun, langkahnya sempat terhuyung karena berat beban yang dipikul, Sumano dengan tenang menyeimbangkan langkah kakinya.

Sesudah empat drum terisi air laut, ia menarik gerobaknya dan berjalan sekitar 100 meter untuk menuju pasar ikan Kedonganan. Kemudian diberikan ke para pedagang yang memesannya untuk disiramkan ke tumpukan ikan yang dijajakan di atas lapak para pedagang.

“Kalau disiram air laut ikan yang dijual jadi segar. Kalau dikasih air tawar cepat bau dan busuk,” kata Sumano, yang berasal dari Desa Pakis, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Jawa Timur ini.

Setiap satu drum air laut yang dipesan oleh para pedagang ikan, Sumano mendapat imbalan Rp 5 ribu rupiah. Dalam sehari, dirinya sekitar 6 atau 7 kali bolak-balik dari pasar ke dermaga.

“Kalau dalam sehari iya bisa dapat Rp 40 sampai Rp 60 ribu, tergantung pesanan para pedagang ikan. Iya kalau ramai pesanan air saya bisa bolak-balik 10 kali,” ungkapnya.

Pria dua anak ini bekerja dari pagi hingga petang tanpa letih. Walaupun bekerja dengan upaya yang cukup keras, dalam sebulan dia hany mendapatkan Rp 600 ribu.

Sementara, untuk menghemat biyaya hidupnya, Sumano sengaja tidak menyewa tempat indekos. Jika waktunya istirahat atau tidur, dirinya menempati tempat pos para nelayan bersantai.

“Iya kadang saya juga menginap di rumah teman, tapi kebanyakan tidur di pos-pos nelayan,” tutur pria yang sudah merantau 17 tahun di Bali ini.

Terkadang, dia juga bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan. Dia tak masalah selama itu halal asalkanbisa mengirimkan uang pada istri dan dua anaknya, ia mengaku sudah sangat bersyukur.

“Anaknya saya dua-duanya cowok, satu sudah kuliah dan satunya masih kelas 3 SMP. Iya kalau uang terkumpul banyak, tiga bulan sekali saya pulang ke desa buat ngasih uang sama istri dan biaya sekolah anak,” ungkapnya.

“Istrinya saya kadang disuruh buat kue sama orang. Kalau tidak cukup ya berdoa saja minta cukup,” ucapnya sambil tertawa.

Setiap hari selalu ada pesanan dari pedagang ikan yang meminta mengambilkan air laut. Sehingga, rezeki untuk anak dan istrinya di desa terus ada dan ia kirimkan setiap bulannya.

Meski begitu, dia tetap menginginkan pekerja lain yang lebih layak nampun tetap halal.

“Dulu ke Bali saya ikut Kakak dan saat ini saya sudah bekerja sendiri. Kalau kata saya kerja ini sudah enak, karena setiap hari jualan air. Saya tidak merasa berat karena setiap hari ada saja yang pesan,” ucap Sumano dengan tersenyum, menutup obrolan dan kembali menarik gerobak airnya.

 

 

Related posts